RELATIONSHIP BETWEEN PARENTING
WITH MOM AND
DEVELOPMENT WORK STATUS
INDEPENDENCE PRESCHOOL CHILDREN (4-6) YEARS
IN DISTRICT KINDERGARTEN PERTIWI DWP SETDA
BANJARNEGARA
Suripto¹, Supriyadi², Ruti Wiyati³
1Nursing S1 student of Health Science Faculty in Muhammadiyah University of Purwokerto
2 Lecturer of Nursing Study Program of Health Science Faculty in Muhammadiyah University of Purwokerto
3Lecturer of Nursing Study Program of Poltekkes Kemenkes Semarang
Abstract
Background: Self-reliance is part of the personal ability (personal skills) which consists of awareness of one's potential can be broken down into learning how to help themselves.
Objective: To investigate the relationship between maternal parenting and employment status with the development of self-reliance in children of preschool age (4-6) years at TK Earth DWP Setda Banjarnegara.
Methods: This study was a cross-sectional survey of analytic approach. The population in this study as many as 56 mothers in TK Earth DWP Setda Banjarnegara in February 2015. The sample with simple random sampling, consisting of 14 authoritarian parenting, 14 democratic parenting, parenting premisif 14, 14 penelantar parenting. Data analysis chi-square test.
Results: Development of an independent preschool child's independence with parenting penelantar 10 children (71,4%) authoritarian one child (7,1%), democratic 6 children (42,9%), permissive 9 children (64,3%) and no independent authoritarian 13 children (92,9%), democratic 8 children (57,1%), permissive 5 children (35,7%), penelantar 4 children (28,6%) with (p-value = 0,030 <α 0,05). While the child's mother worked independently in 16 children (64,0%) and mothers who do not work in 10 children (32,3%) and not independent working mothers 9 children (36,0%), did not work 21 children (67,7% ) with (p-value = 0,036<α 0,05).
Conclusion: There is a relationship between maternal parenting and employment status with the development of independence in preschool children 4-6 years at TK Earth DWP Setda Banjarnegara.
Keywords: Maternal parenting, employment status, developmental child's independence, preschoolers 4-6 years.
Abstrak
Latar belakang: Kemandirian merupakan bagian dari kemampuan personal (personal skills) yang terdiri dari kesadaran potensi diri yang dapat dirinci menjadi cara belajar menolong diri sendiri.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara pola asuh ibu dan status pekerjaan dengan perkembangan kemandirian pada anak usia prasekolah (4-6) tahun di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara.
Metode: Penelitian ini merupakan survey analitik dengan pendekatan crosssectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu sebanyak 56 ibu di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara pada bulan Februari 2015. Pengambilan sampel dengan simple random sampling, terdiri dari 14 pola asuh otoriter, 14 pola asuh demokratis, 14 pola asuh premisif, 14 pola asuh penelantar. Analisis data uji chisquare.
Hasil: Perkembangan kemandirian anak prasekolah mandiri dengan pola asuh penelantar 10 anak (71,4%) otoriter 1 anak (7,1%), demokratis 6 anak (42,9%), permisif 9 anak (64,3%) dan tidak mandiri otoriter 13 anak (92,9%), demokratis 8 anak (57,1%), permisif 5 anak (35,7%), penelantar 4 anak (28,6%) dengan (p-value=0,030<α 0,05). Sedangkan anak mandiri pada ibu bekerja 16 anak (64,0%) dan ibu yang tidak bekerja 10 anak (32,3%) dan tidak mandiri ibu bekerja 9 anak (36,0%), tidak bekerja 21 anak (67,7%) dengan (p-value=0,018<α 0,05).
Kesimpulan: Ada hubungan antara pola asuh ibu dan status pekerjaan dengan perkembangan kemandirian pada anak usia prasekolah 4-6 tahun di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara.
Kata Kunci: Pola asuh ibu, status pekerjaan, perkembangan kemandirian anak, usia prasekolah 4-6 tahun.
PENDAHULUAN
Kemandirian adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan”. Pengembangan kemandirian anak diarahkan untuk mengembangkan percakapan hidupnya melalui kegiatan yang konkrit dan dekat dengan kehidupan anak sehari-hari. Dalam proses belajar mengajar disekolah, guru sangat berperan dalam mengembangkan kemandirian anak sejak dini (Desmita, 2010).
Kemandirian penting dalam kehidupan anak. Melatih kemandirian anak sejak dini akan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Belajar menjadi mandiri yang tidak dimiliki sejak dini hanya akan membuat pemahaman yang tidak tepat tentang konsep kemandirian dan anak cenderung bersifat individual (Kannisius, 2006). Kemampuan dan keberhasilan tumbuh kembang anak dapat dilihat dari kemandirian anak dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (Kozier, 2010).
Hasil survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Stastistik tahun 2010 dan International organization (ILO), jumlah anak di Indonesia mencapai 58,8 juta. Jumlah anak di Jawa tengah mencapai 8,19 juta pada usia 0-14 tahun (Bappeda Jawa Tengah, 2010) merupakan jumlah yang tidak sedikit untuk mengupayakan mereka menjadi anak-anak yang memiliki kualitas baik. Untuk mendapatkan kualitas yang baik dalam mengasuh anak-anak ini perlu dukungan dari berbagai pihak, mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat, termasuk petugas kesehatan bagai anak-anak yang mengalami masalah kesehatan. Menurut undang-undang kesehatan no. 36 tahun 2009, upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi sehat, cerdas, dan berkualitas. Tercapainya pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal akan menentukan keberhasilan anak dimasa mendatang, sebagai penerus bangsa yang akan melanjutkan pembangunan nasional.
Di Negara maju dan Negara industry seperti Inggris dan Amerika Serikat, dua pertiga dari jumlah ibu adalah seorang pekerja. Menurut data setatistik Office For National Setatistics, di Inggris terdapat 57% ibu yang mengasuh memiliki anak dengan umur dibawah lima tahun. Menurut angka statistik tersebut, di Inggris terdapat 71% dari ibu yang mengasuh memiliki anak paling muda berumur lima sampai sepuluh tahun merupakan seorang pekerja. Sedangkan di Amerika serikat, 60% wanita (35% ibu dengan anak dibawah 18 tahun dan 45% ibu dengan anak balita) adalah seorang pekerja (Utomo, 2012).
Beberapa penelitian telah mempelajari fenomena kemandirian tersebut pada orang dewasa, namun sangat jarang dilakukan pada kelompok anak-anak. Sebuah survey Rumah Tangga yang dilakukan oleh UNICEF dan University of Wisconsin (2008) untuk memantau kondisi kesehatan pada wanita dan anak-anak di Negara berkembang memperoleh data yang memperlihatkan bahwa terdapat 52,4% anak usia 6-9 tahun yang berada disekolah serta mengalami disabilitas atau ketidak mampuan melakukan aktivitas harian secara mandiri.
Penelitian di Indonesia mendeteksi adanya gangguan perkembangan anak pada usia prasekolah mencapai 12,8%-28,5% dari seluruh populasi anak usia prasekolah. (Hartanto, 2009). Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (2008) menyebutkan bahwa apabila anak balita tidak dibina dan diasuh secara baik, maka anak tersebut akan mengalami gangguan perkembangan emosi, sosial, mental, intelektual dan moral yang nantinya dapat mempengaruhi kemandirian sikap dan perilakunya dimasa yang akan datang.
Berdasarkan laporan departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010) cakupan pelayanan kesehatan balita dalam deteksi dini tumbuh kembang balita adalah 78,11% untuk Provinsi Jawa Tengah 89,33%. Dengan jumlah balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang di Indonesia 45,7% untuk Provinsi Jawa Tengah 32,6%. Sedangkan laporan dari Ketua Yayasan Anak Autis Indonesia juga menunjukan adanya peningkatan jumlah anak autis pada tahun 2000 1: 500 anak dan pada tahun 2010 menjadi 1:500 anak (Suherman, 2010).
Faktor yang mempengaruhi pola asuh kemandirian anak, bahwa faktor internal yang mempengaruhi kemandirian anak adalah emosi (kemampuan mengontrol emosi), dan intelektual (kemampuan mengatasi masalah). Faktor eksternal yang mempengaruhi kemandirian anak adalah lingkungan, karakteristik sosial, stimulasi, pola asuh ibu, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak-anak dengan ibu, status pekerjaan ibu (Soetjiningsih, 2004).
Pola asuh mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan kemandirian pada anak, karena dasar kemandirian pertama diperoleh oleh anak dari dalam rumah yaitu dari ibu. Proses pengembangan melalui pendidikan disekolah tinggal hanya melanjutkan perkembangan yang sudah ada. Menurut Dario (2004) ada empat macam bentuk pola asuh anak yang diterapkan oleh masing-masing ibu, bentuk-bentuk pola asuh itu adalah, pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, permisif, penelantar.
Pada saat ini banyak kita temukan ibu-ibu yang bekerja dengan alasan untuk menambah pengahasilan ekonomi keluarga. Berdasarkan data statistik Badan Statistik Nasional (BPS) tahun 2003 menunjukkan bahwa dari 100% wanita didapatkan 82,68% adalah perempuan bekerja dan sisanya sebanyak 17,31% adalah perempuan tidak bekerja. Dengan bekerja maka semakin sedikit pula waktu dan perhatian yang mereka curahkan untuk anaknya. Keadaan ini dikhawatirkan akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Bahwa sejak tahun 1985 hingga tahun 1990 terdapat sekitar 40% perempuan yang bekerja dikantor, 38% karya jasa, dan sebesar 21% dikarya kerajinan dan pegawai kasar, Fenomena tersebut dapat memberikan dampak positif ibu bekerja paling tidak dapat memperoleh masukan tambahan dan mendapat pengalaman. Namun demikian pada kenyataannya karena sibuk bekerja atau berkarir dampak negatif ibu bekerja mengakibatkan perhatian terhadap keluarga termasuk anak meniadi berkurang, bahkan tidak sedikit yang akhirnya tidak memperhatikan kondisi anak. Lebih lanjut oleh Gunarsa (2004).
Menurut pandangan umum, bila seeorang wanita telah menikah sudah selayaknya tanggung jawab keuangan diserahkan kepada suami namun selain berkeluarga, mempunyai karier adalah pilihan hidup. Banyak alasan yang mungkin dapat dikemukakan sebagai latar belakang keputusan untuk tetap bekerja, salah satunya finansial. Penelitian yang dilakukan oleh Indah Andika (2007) mengenai pengaruh harga diri terhadap kepuasan hidup pada wanita bekerja dan yang tidak bekerja diperoleh hasil dengan nilai F = 101,473 dengan nilai signifikan terhadap kepuasan hidup pada wanita pekerja dan wanita tidak bekerja. Nilai F yang diperoleh masing-masing adalah 62,735 dan 42,080 serta r2 = 0,691 dan 0,600.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malau (2012) mengenai faktor eksternal yang mempengaruhi kemandirian anak di Pondok Cina bahwa tahapan kemandirian anak diantaranya yaitu bisa berpakaian sendiri, bisa mengatur perlengkapan sekolah dengan sendiri. Namun sekitar 50% anak masih banyak yang kurang mandiri dirumah terutama dalam hal berpakaian dan menyiapkan alat-alat perlengkapan sekolah. Hal ini dikarenakan sekitar 10% anak masih berusia kurang dari 6 tahun sehingga masih dibantu oleh ibu. Selain itu, sekitar 12% dipengaruhi faktor anak tunggal sehingga peran ibu sangat banyak dalam membantu anak mengerjakan tugas sehari-hari.
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakuakan di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara pada tanggal 21-22 November 2014, terdapat 141 anak prasekolah, dengan kriteria anak usia 4-6 tahun dan diambil secara acak dan diuji dengan wawancara dari data perkembangan kemandirian anak bahwa dari 10 responden hanya sebanyak 4 anak (4%) yang memiliki kemandirian yang bagus. Sedangkan 6 anak (6%) belum menunjukan kemandirian. Bukti yang memperkuat adanya keterlambatan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah 4-6 tahun di TK ini adalah masih banyaknya dijumpai kebiasaan anak yang masih sangat tergantung kepada ibu hal ini ditunjukan dengan ibu yang menunggui anaknya disekolah.
Dari fenomena dan masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “hubungan antara pola asuh ibu dan status pekerjaan dengan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah (4-6) tahun di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah survey analitik dan pendekatan cross-sectional dengan desain korelasional. Penghitungan korelasi antara dua variabel atau lebih yang akan dicari hubungannya (Sugiyono, 2010: 107). Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia prasekolah yang berada di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara. Teknik pengambilan sampel dalam populasi ini menggunakan simple random sampling atau pengambilan sampel secara acak sederhana dengan jumlah 56 responden dan dibagi menjadi 4 kelompok intervensi. Pola asuh otoriter 14 responden, demokratis 14 responden, premisif 14 responden, penelantar 14 responden. Analisis data menggunakan uji chisquare yaitu untuk mengetahui hubungan antara pola asuh ibu dan status pekerjaan dengan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah (4-6) tahun di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 2–5 Februari 2015 di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 56 responden yang terdiri dari responden dan dibagi menjadi 4 kelompok intervensi. Pola asuh otoriter 14 responden, demokratis 14 responden, premisif 14 responden, penelantar 14 responden.
Karakteristik responden
Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara pada bulan Februari 2015
No |
Karakteristik Responden |
N |
% |
1 |
Umur Ibu a. 20-30 tahun b. 30-40 tahun c. 40-50 tahun |
21 24 22 |
37,5 42,9 19,6 |
2 |
Pendidikan Ibu a. SD b. SMP c. SMA d. Perguruan Tinggi |
8 11 20 17 |
14,3 19,6 35,7 30,4 |
3 |
Pekerjaan Ibu a. Tidak bekerja b. Bekerja |
31 25 |
55,4 44,6 |
|
Total |
56 |
100,0 |
Table 4.1 menunjukan bahwa proporsi karakteristik responden berdasarkan umur responden diperoleh hasil bahwa jumlah terbanyak yaitu ibu pada kelompok umur 30-40 tahun yaitu sebanyak 24 orang (42,9%) dengan tingkat pendidikan ibu paling banyak dijenjang SMA sebanyak 20 orang (35,7%). Sebagian besar di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara tidak bekerja sekitar 31 orang (55,4%).
Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan umur anak, jenis kelamin anak di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara pada bulan Februari 2015
No |
Karakteristik Responden |
N |
% |
1 |
Umur Anak a. 4-5 tahun b. 5-6 tahun |
25 31 |
44,6 55,4 |
2 |
Jenis Kelamin Anak a. Laki-laki b. Perempuan |
26 30 |
46,4 53,6 |
|
Total |
56 |
100,0 |
Sumber : Data Primer 2015
Table 4.2 menunjukan bahwa sebagian besar anak di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara berada pada rentang usia 5-6 tahun sekitar 31 anak (55,4%) dengan jenis kelamin perempuan sekitar 30 anak (53,6%).
1. Data pola asuh ibu di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara
Tabel 5.1 Distribusi pola asuh ibu di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara
Pola Asuh Ibu |
N |
% |
Pola Asuh Otoriter Pola Asuh Demokratis Pola Asuh premisif Pola Asuh penelantar |
14 14 14 14 |
25,0 25,0 25,0 25,0 |
Total |
56 |
100,0 |
Sumber : data Primer 2015
Tabel 5.1 Dari hasil penelitian ditunjukan bahwa peneliti memilih langsung untuk menentukan jumlah yang sama yaitu 14 orang (25%) dari masing-masing jenis pola asuh yang ditentukan oleh peneliti dari teori pola asuh Dario (2004) di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara.
2. Perkembangan kemandirian anak usia prasekolah
Tabel 5.2 Distribusi perkembangan kemandirian anak usia prasekolah di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara
Kemandirian Anak |
n |
% |
Tidak mandiri Mandiri |
30 26 |
53,6 46,4 |
Total |
56 |
100,0 |
Sumber : Data Primer 2015
Table 5.2 menunjukan distribusi perkembangan kemandirian anak usia prasekolah di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara. Sebagian besar anak tidak mandiri sebanyak 30 anak (53,6%), namun anak yang mandiri sebanyak 26 anak (46,4%).
3. Hubungan antara pola asuh ibu dengan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah
Tabel 6.1 Hubungan Antara Pola Asuh Ibu dengan Perkembangan Kemandirian Anak Usia Prasekolah 4-6 Tahun di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara.
|
|
|
Kemandirian Anak |
|
|
|
|
|||||||
Pola Asuh |
Tidak Mandiri |
|
Mandiri |
|
Total |
|
P Value |
|||||||
|
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
|||||||
Otoriter |
13 |
92,9 |
1 |
7,1 |
14 |
100,0 |
|
|||||||
Demokratis |
8 |
57,1 |
6 |
42,9 |
14 |
100,0 |
|
|||||||
Permisif |
5 |
35,7 |
9 |
64,3 |
14 |
100,0 |
0,030 |
|||||||
Penelantar |
4 |
28,6 |
10 |
71,4 |
14 |
100,0 |
|
|||||||
Total |
30 |
53.6 |
26 |
46.4 |
56 |
100,0 |
|
|||||||
Sumber : Data Primer 2015
Tabel 6.1 menunjukan bahwa sebagian besar ibu di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara menerapkan pola asuh penelantar kepada anak-anaknya, pola asuh penelantar ini menghasilkan kemandirian anak yang mandiri sebanyak 10 anak (17,9%). Hasil uji statistik menunjukan bahwa nilai p value < α (0,030<α0,05) sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara pola asuh ibu dengan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara.
4. Hubungan status pekerjaan ibu dengan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah
Tabel 6.2 Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Perkembangan Kemandirian Anak Usia Prasekolah 4-6 Tahun di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara.
|
|
|
Kemandirian Anak |
|
|
|
|
|||||||||
Pekerjaan ibu |
Tidak Mandiri |
|
Mandiri |
|
Total |
OR (95% CI) |
P Value |
|||||||||
|
n |
% |
N |
% |
n |
% |
|
|||||||||
Tidak bekerja |
21 |
37,5 |
10 |
17,9 |
31 |
55,4 3,733 |
0,036 |
|||||||||
Bekerja |
9 |
16,1 |
16 |
28,6 |
25 |
44,6 |
|
|||||||||
Total |
30 |
53,6 |
26 |
46,4 |
56 |
100,0 |
|
|||||||||
Sumber : Data Primer 2015
Tabel 6.2 menunjukan bahwa sebagian besar ibu di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara kebanyakan ibu yang tidak bekerja ini menghasilkan anak yang mandiri sebanyak 10 anak (17,9%), sebagian besar ibu yang bekerja menghasilkan anak yang mandiri sebanyak 16 anak (28,6%). Hasil uji statistik menunjukan bahwa nilai p value < α (0,036<α0,05). Pada tabel tersebut Odd Ratio (OR) sebesar 3,733 yang artinya ibu bekerja akan berpeluang untuk memiliki perkembangan kemandirian yang mandiri pada anak usia prasekolah dibandingkan ibu yang tidak bekerja.
PEMBAHASAN
1. Karakteristik responden
Karakteristik responden adalah segala sesuatu yang berkenaan tentang identitas dan status responden yang bisa digali dan bisa menjadi informasi yang penting dalam kegiatan penelitian (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini, sebagian besar ibu berada pada rentang umur 30-40 tahun sebanyak 24 orang (42,9%). Jika anak mendapatkan pola asuh yang benar dari ibu maka anak akan mampu mencapai perkembangan kemandirian yang sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Wong (2001) dalam Supartini (2004) bahwa usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ibu untuk dapat menjalankan peran pengasuhan, karena usia yang terlalu muda atau terlalu tua akan menyebabkan peran pengasuhan yang diberikan oleh ibu menjadi kurang maksimal, hal ini disebabkan karena untuk dapat menjalankan peran pengasuhan secara optimal diperlukan kekuatan fisik dan psikososial untuk melakukannya.
Selain itu, pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap pola asuh yang diterapkan pada anaknya. Hasil yang diterapkan menunjukan bahwa ibu di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegra latar pendidikan yang berada pada jenjang SMA sebanyak 20 orang (35,7%). Hal ini berarti ibu-ibu di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara telah menyelesaikan wajib belajar 9 tahun.
Hasil tersebut sesuai dengan pernyataaan yang dikemukakan oleh Wong dalam Supartini (2004) yang menunjukan bahwa dengan pendidikan yang semakin tinggi, pengetahuan ibu mengenai pengasuhan anak juga akan bertambah sehingga mempengaruhi kesiapan ibu untuk menjalankan peran pengasuhan. Adanya kesiapan dari ibu diharapkan dapat memberikan pengasuhan yang sesuai agar anak dapat menjadi individu-individu yang memiliki perkembangan kemandirian yang lebih baik sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan anatara lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak.
Faktor lain yang juga berperan dalam pola asuh ibu adalah status pekerjaan ibu. Data yang didapatkan menunjukan bahwa sebagaian besar ibu di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara tidak bekerja 31 orang (55,4%) hal ini memungkinkan ibu banyak meluangkan waktu untuk bersama anaknya dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Hal ini memungkinkan ibu yang tidak bekerja lebih banyak memberikan pengasuhan secara penuh kepada anaknya dalam mengarahkan kemandiriannya jika dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Pertayataan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Supartini (2004), menyatakan bahwa pekerjaan ibu merupakan sumber penghasilan keluarga yang dapat menungkat dan peran pengasuhan pun dapat terlaksana dengan baik. Hal ini kembali kepada kemampuan ibu itu sendiri dalam membagi waktu dengan anaknya yaitu antara pekerjaan dengan kebersamaan dengan anak-anaknya.
Selain itu, karakteristik ibu pada penelitian ini juga diketahui karakteristik anak dimana umur anak sebagian besar pada rentang usia 5-6 tahun sebanyak 31 anak (55,4%). Apabila pada tahap ini dalam menjalin suatu relasi antara anak dan ibunya terdapat suatu sikap atau tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika ibu dalam mengasuh anaknya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu (Wening, 2012).
Proporsi jenis kelamin anak hampir merata antara anak laki-laki dan perempuan. Pada anak perempuan 30 anak (53,6%) dan laki-laki 26 (46,4%). Hal ini membuat anak sangat diperhatikan oleh ibu, karena perhatian ibu hanya fokus pada seorang anak tanpa seorang anak tanpa terbagi dengan yang lainnya sehingga pengasuhannya menjadi lebih optimal.
2. Hubungan antara pola asuh ibu dengan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah
Pola asuh ibu merupakan suatu bentuk kegiatan merawat, memelihara, dan membimbing yang dilakukan oleh ibu kepada anaknya agar tumbuh dan berkembang serta dapat mencapai kemandirian. Setiap ibu tentunya menginginkan anaknya dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tumbuh kembangnya. Pola asuh yang diterapkan tentunya berbeda antara ibu satu dengan yang lainnya. Setiap pola asuh ibu dapat memberikan hasil yang berbeda pada kemandirian anak.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa peneliti memilih langsung untuk menentukan jumlah yang sama yaitu 14 orang (25%) pada masing-masing jenis pola asuh yang ditentukan oleh peneliti sesuai dengan teori pola asuh dari Dario (2004). sebagaian besar ibu anak prasekolah di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara pola asuh penelantar lah yang memiliki kemandirian yang baik yaitu 10 anak (17,9%). Data distribusi pola asuh ibu di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara dapat dilihat pada tabel 6.1. Ibu yang menerapkan pola asuh penelantar lebih memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi juga tidak ragu-ragu untuk mendisiplinkan anaknya. Selain itu didalam memerintah anak ibu juga kadang menerapkan pola asuh yang bergantian sesuai dengan keadaan. Pola asuh penelantar ditunjukan dengan data berupa ibu bisa memberi petunjuk dengan batasan-batasan yang diterapkan, bisa juga membantu anak mengetahui kempuan dan kemauan yang anak inginkan, dan lebih memberikan anak untuk melakukan tugasnya secara mandiri tanpa harus diawasi.
Ibu juga bersifat realistis terhadap kemauan anak, memberikan anak kebebasan untuk memilih dan melakukan suatu tindakan pendekatannya pada anak dengan cara menyesuaikan dengan keadaan dan berfariasi dalam menerapkan pola asuh. Pola asuh ini akan menghasilkan karakteristik anak yang mendiri, dapat mengontrol diri, dan dapat cepat menyesuaikan diri dengan temannya yang baik.
Data distribusi pola asuh ibu di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara juga menunjukan tidak semua ibu menerapkan pola asuh penelantar kepada anaknya. Beberapa ibu ada yang menerapkan pola asuh otoriter, demokratis dan pola asuh permisif kepada anaknya. Anak yang mandiri selain pola asuh penelantar yakni, ibu yang menerapkan pola asuh otoriter sebanyak 1 anak (1,8%), pola asuh demokratis sebanyak 6 (10,7%), pola asuh permisif sebanyak 9 (16,1%). Pola asuh otoriter menunjukan bahwa ibu memiliki kendali memaksa yang tinggi, ketat dalam menerapkan aturan, memberikan dukungan yang rendah. Pola asuh demokratis menunjukan bahwa ibu memiliki kendali yang berlebihan dan sering membantu anak didalam memberi petunjuk terkait aturan-aturan yang diterapkan. Pola asuh permisif menunjukan bahwa kasih sayang ibu kepada anaknya sangat berlebihan namun sedikit bimbingan yang diberikan.
Hasil pengisian kuesioner ibu yang menerapkan pola asuh otoriter didapat bahwa ibu kurang memberikan dukungan kepada anaknya, ketat dalam member aturan pada anaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Baumrind dalam Judy et al (2012) bahwa ibu yang memiliki pola asuh otoriter memiliki kendali memaksa tinggi, ketat dalam menerapkan berbagai aturan, dan tepat dalam menerapkan disiplin, namun memberikan dukungan yang rendah.
Hasil pengisian kuesioner ibu yang menerapkan pola asuh demokratis didapat bahwa ibu memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan namun masih perlu untuk dikontrol, ibu juga bersikap realistis terhadap kemampuan anaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Baumrind dalam Judy et al (2012) yang menyatakan bahwa ibu dengan pola asuh demokratis bersikap rasional dimana ibu selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran.
Hasil pengisian kuesioner ibu yang menerapkan pola asuh permisif kepada anaknya didapat bahwa ibu tidak menyusun dan member petunjuk yang jelas terkait aturan-aturan untuk anaknya, namun sedikit membantu anaknya menyelesaikan tugasnya, dan kurang memberi tantangan kepada anaknya untuk mencoba hal baru. Hal ini sesuai dengan pernyataan Baumrind dalam Judy et al (2012) bahwa ibu yang menerapkan pola asuh permisif mengetahuai pentingnya kehangatan, kasih sayang, dan rasa aman secara emosional, namun tidak mementingkan disiplin. Baumrind menemukan bahwa bimbingan yang tidak cukup membuat anak tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Pada dasarnya, setiap tipe pola asuh orang tua mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing sehingga dalam penerapannya ibu akan memberlakukan tipe demokratis, atau pada waktu-waktu tertentu ibu akan bersikap otoriter. Hal ini tergantung dari situasi dan kondisi yang sedang dihadapi (Elizabeth Hurlock, 1996).
3. Hubungan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah pada ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara
Hasil penelitian tentang perbedaaan tugas perkembangan anak usia prasekolah pada ibu bekerja dan ibu yang tidak bekerja menunjukan adanya perbedaan perkembangan anak usia prasekolah dengan ibu yang bekerja dan ibu tidak bekerja. Berbedaaan hasil penelitian pada perkembangan kemandirian anak menunjukan adanya perbedaan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah pada ibu yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja. Pada hasil penilaian kuesioner, dikatakan anak itu mandiri apabila hasil penilaian dari kuesioner pola asuh dan perkembangan kemandirian anak sesuai umur anak yang menunjukan responden mengisi kuesioner benar dan hasil nilainya paling dominan mandiri.
Perkembangan kemandirian anak dengan kategori mandiri lebih banyak terdapat pada ibu yang bekerja sebanyak 16 (64,0%) anak usia prasekolah, ternyata pada ibu yang bekerja juga bisa tercapai perkembangan kemandirian. Hasil ini dapat diperkuat oleh penelitian Amrullah (2012) yang menyatakan bahwa ibu yang bekerja memiliki dampak negative terhadap perkembangan anak, akan tetapi dampak negative tersebut dapat diperbaiki atau dinetralisir oleh adanya intensitas atau kualitas waktu dan hubungan antara ibu dengan anak. Hal ini menunjukan bahwa pada ibu bekerja tidak semua perkembangan kemandirian anaknya tidak tercapai, waktu yang sedikit yang diberikan ibu juga dapat dinetralisir dengan kualitas waktu yang diberikan ibu sehingga anak mampu melakukan perkembangan kemandirian sesuai dengan umurnya.
Kebanyakan pada ibu bekerja diasuh oleh nenek, tante, dan kakak. Peran anggota keluarga yang lain dalam mengasuh dan merawat anak sangat dibutuhkan ketrampilan dimana keluarga juga harus menggantikan peran ibu ketika bekerja seperti mengenalkan warna, menghitung, menggambar, mengenalkan peralatan makan, toileting, dll. Keluarga juga harus memandirikan anak dalam mengerjakan kebutuhan dasarnya.
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pada ibu yang tidak bekerja lebih sedikit mengalami perkembangan kemandirian anak. Hal ini mungkin disebabkan karena anak lebih sering bersama ibu, karena ibu kurang untuk mengenalkan dan melatih anaknya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri, serta ibu kurang mensosialisasikan anaknya untuk mengenal orang lain. Perkembangan kemandirian anak yang tidak mandiri sesuai umurnya juga dapat dipengaruhi oleh ibu yang lebih sibuk melakukan pekerjaan rumah dan berbicara dengan tetangga sehingga tidak memperhatikan kondisi anak. Saat peneliti mengobservasi perkembangan kemandirian anak terlihat beberapa ibu yang lebih sering bermain kerumah tetangga dan berbicara dengan tetangga tanpa mengawasi anaknya. Mungkin hal ini yang menyebabkan sebagian dari ibu yang tidak bekerja mengalami perkembangan kemandirian yang tidak mandiri. Peran perawat dalam hal ini yaitu perawat mampu melakukan upaya promotif, preventif terhadap ibu dengan anak usia prasekolah yang mengalami ketidak mandirian dalam melakukan perkembangan kemandirian.
Dari hasil diperoleh ibu yang tidak bekerja mandiri 10 anak (32,3%) artinya ibu yang bekerja mandiri 16 anak (64,0%) untuk perkembangan kemandirian anak dibandingkan ibu yang bekerja lebih banyak yang mandiri dari pada ibu yang tidak bekerja. Data ini menggambarkan bahwa sebagian besar anak dengan ibu bekerja perkembangan kemandirian anak usia prasekolah akan tercapai sesuai dengan usianya.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh ibu dan status pekerjaan dengan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah 4-6 tahun di TK Pertiwi DWP Setda Kabupaten Banjarnegara, p-value<0.05. Dan pola asuh penelantar pada ibu yang bekerja terbukti lebih efektif untuk perkembangan kemandirian anak usia prasekolah.
Selanjutnya, mengacu pada hasil penelitian, disarankan beberapa hal:
1. Bagi Institusi Pelayanan Keperawatan
a. Perawat anak sebagai pemberi asuhan keperawatan sebaiknya mulai memperhatikan pentingnya perkembangan kemandirian anak usia prasekolah. Oleh karena itu, perawat perlu memberikan informasi atau membagi liflet kepada masyarakat dan sekolah untuk memaksimalkan peranannya sebagai pendidik dengan bekerja sama dengan melibatkan guru dan para ibu tentang pentingnya penerapan pola asuh yang tepat untuk perkembangan kemandirian anak usia prasekolah.
b. Perawat anak dimasyarakat diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam melakukan pengkajian dan merencanakan program-program pelatihan atau penyulahan dan membagi liflet terkait keterampilan melatih kemandirian anak didalam mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kebutuhan dasarnya agar anak perkembangan kemandirian bisa tercapai dengan baik sesuai dengan umurnya pada anak usia prasekolah baik yang bersekolah maupun yang tidak bersekolah.
2. Untuk sekolah Taman Kanak-Kanak
Karena masih banyak anak usia prasekolah yang perkembangan kemandiriannya belum mandiri dibeberapa area, pihak sekolah diharapkan dapat terus mengembangkan program pengajaran disekolah mengenai perkembangan kemandirian anak, bekerja sama dengan ibu dan tenaga kesehatan sehingga anak TK mendapatkan bimbingan dan dukungan yang dibutuhkan terkait dengan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah.
3. Untuk Ibu atau Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah
Ibu diharapkan terus meningkatkan pengetahuan terkait perkembangan kemandirian anak usia prasekolah dengan mengikuti penyuluhan, diskusi, atau pelatihan tentang usia yang tepat untuk melatih anak berlatih mandiri sehingga anak mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.
4. Untuk Penelitian Lebih Lanjut
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada anak dengan perkembangan kemandirian anak usia prasekolah dengan menambah faktor-faktor lain yang belum diteliti dan memperluas area penelitian pada TK lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, Muhammad. 2012. Pengaruh Ibu Bekerja Terhadap Anak. Majalah Mimbar Pembangunan Agama. (online). Jatim.kemenag.go.id/file/file/mimbar312/wjt11347361879.pdf. [diakses 18 Maret 2013].
Andika, I. (2007) Pengaruh harga diri terhadap kepuasan hidup pada wanita bekerja dan wanita tidak bekerja (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur).
BKKBN. (2007). Kiat Praktis Keluarga dalam Pengasuhan dan Pengembangan Anak Usia Dini. Unicef Indonesia.
Dariyo Agoes. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Kesehatan RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia 2010. Diakses Pada Tanggal 30 Maret 2013. From: http://www.depkes.go.id
Desmita, (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Gunarsa, S. (1995). Psikologi perkembangan.Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.
Hartanto, M. et al. 2009. Penilaian Perkembangan Anak Usia 0-36 Bulan Menggunakan Metode Capute Scales. Jurnal. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Hurlock, Elizabeth B. 1995. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.
Judy et all. 2012. Sukes Membesarkan Anak Dengan Pemberdayaan Hubungan. Alih bahasa: Eddy Susanto. Tanggerang: Kharisma Publishing Group.
Kannisius. (2006). Membuat Prioritas, Melatih Anak Mandiri. Yogyakarta Pustaka Media.
Kozier. B, Erb. G, Berman. A, & Snyder. S.J (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktek. Jakarta: EGC.
Malau, E. (2012). Faktor Eksternalyang Mempengaruhi Kemandirian Anak Kelas Satu Sekolah Dasar Negeri 1 Pondok Cina Kota Depok. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: Program Sarjan Reguler Universitas Indonesia.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metedologi {enelitian Ilmu Keperawatan :Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrument Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Septiarti. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Hal : 74.
Soetjiningsih. (2004). Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Sagung Seto: Jakarta
Sugiyono. (2010). Statistika untuk penelitian, cetakan ketujuh. Bandung: CV.Alfabeta.
Suherman. (2007). Tumbuh Kembang Anak, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:EGC. Hal : 76,83,96
Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang pendidikan.Jakarta.
UNICEF & University of Winconsin (2008). Monitoring child disability in developing countries: Result from the multiple indicator cluster surveys (MICS). Februari 20, 2011.
Utomo, J. 2012. Pendidikan Anak Usia Prasekolah. http://anakanak.net/pendidikan-anak-pra-sekolah.html diakses pada tanggal 7 Juli 2012.
Wening, 2012. Bunda Sekolah Pertamaku. Solo: Tinta Medina.
Wong, et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar